Rintik rindu,tanpa kau tahu…
Kembali pada aku yang mencintai mu,
Kembali pada aku yang merindu mu,
Kembali pada hati yang terus mengininkan mu.
Itulah sepengal kata yang kau toreh di atas kertas kecil
yang kau pinjamankan pada ku.
Entah engkau sengaja atau memang itu untuk aku.
Tesenyum kecil dalam indah nya kata itu, jika memang untuk
aku, mengapa tak pernah kau ungkap dengan lisan. Sudah lama rasanya aku ingin mengenal mu, sejak tak lagi aku berpindah –
pindah tempat untuk berteduh bersama kenangan tentang ayah dan ibu yang sudah
lebih dulu pergi dan hanya meninggalkan aku.
Heemh,,,, kenangan masa lalu itu selalu teringat, saat
termenung menikmati rintik yang tak kunjung membesar atau berhenti ini. Sore
itu tatkala, Nasyah bersama ayahnya sedang keluar membeli makanan untuk
disantap malam nanti, aku seorang diri menunggu di depan teras rumah kami
karena itulah yang selalu ku lakukan bila hari libur tiba. Rumah kecil di dekat
tempat tinggal kami terasa sepi bila hari minggu seperti ini. Tak ada aktifitas
apapun, baik q mengajari mereka bernyanyi, tulis menulis dan kegiatan seperti
di taman kanak – kanak lainnya.
Nasyah dah ayahnya semakin lama saja muncul di depan
rumah,kebiasaan mas Raka mengajak anaknya berbelanja keprluan rumah sambil
jalan – jalan. Mungkin menurut nya jika mengajak aku mengendarai mobil akan
terasa lama dan membosankan. Itulah tempat tinggal kami, meski kota kecil namun
padat aktifitas dan kendaraannya. Mereka memilih motor untuk sekedar jalan –
jalan atau biasannya bersepeda. Karena ini hari minggu mas Raka mengajaknya
mengendarai motor antic yang ia beli saat kami masih berpacaran dulu. Bosan
mulai bersarang di otak ku, hayalan yang tak seharusnnya datang itu kian
menyelimuti setiap saraf di otak ku. Aku mencoba tak mengingat-ingat masa lalu
itu lagi, aku sudah bahagia dengan masa Raka yang mencintai aku apa adanya.
Ya Allah buang semua rasa yang tak pantas aku terima ini,
buang jika itu menjadi buruk awal bahkan akhirnya. Rintik yang hanya tetsan air
itu kini telah berubah menjadi air yang tumpah entah dari mana datangnya.
Seketika rumah menjadi sejuk, dan tanaman – tanaman indah di sekitar rumah dan
PAUD yang aku kelola dengan bantuan teman – teman ku itu seketika terlihat
segar. Namun berbanding terbalik dengan aku yang masih saja murung. Entah kapan
murung ini mulai merasuki.
Aku mulai merasa penat dengan aktifitasku menjadi istri dan
ibu. Aku ingin pergi jauh dan tinggal di jalanan saja. Dalam derasnya hujan, terlihat
sosok indah itu, aku berharap dia datang untuk aku, namun penglihatanku salah,
ternyata itu adalah suami dan anak ku yang datang membawakan banyak tas
belanjaan dalam balutan jas hujannya.
Dan seperti biasa, aku hanya tersenyum menyambut kedatangan
mereka. Ku coba menyembunyikan setiap risau yang baru ku alami. Menghilangkan
angan – angan ku tentang masa lalu semasa tinggal di desa dulu. Suami ku
tersayang dan anak kami dengan asiknya menyiapkan setiap hidangan untuk kami
malam ini. Itu lah kebiasaan yang selalu ia tanam pada anaknya. Jangan hanya
menyukai di siapkan saja segalanya oleh orang lain, tapi berusaha agar kita
menyiapkannnya untuk orang lain.
Itulah yang membuat aku dulunya mau memilih ia menjadi
pasangan hidupku. Meski banyak lelaki yang ingin menjadikan aku pendamping
mereka. Aku mempersiapkan air hangat untuk mereka membersihkan diri dari air
hujan tadi saat berbelanja. Meski dalam keadaan seperti ini, aku masih mampu
berusaha agar aku bisa memperlihatkan kalau aku mampu dan tak ingin di kasihani
oleh mereka.
Saatnya kami menikmati hasil jerih payah anak dan suamiku
berbelanja ketika hujan. Nikmat rasanya makan bersama meski tak semewah orang
lain. Nasyah anak ku menggoda aku dan ayahnya,agar segera di berikan adik,
namun aku selalu tesenyum dan enggan menjawabnya serius. Tapi ayahnya selalu
menjanjikan Nasyah dengan jawaban indah. “Nasyah sayang, ayah dan bunda akan
segera memberikan mu adik, setelah bunda sehat nanti.” Itu kata- kata yang
selalu raka katakan.
Aku selalu dengan sabar memberikan kasih sayangku sepenuhnya
pada Nasyah, meski ia bukan tinggal dan lahir dari rahimku. Nasyah sayang,
begitu malang dirimu, hanya itu yang selalu terpatri dalam benakku. Namun hal
ini tak pernah diketahui Nasyah bahkan sampai ia berumur 7 tahun sekarang.
Keluarga mas Raka pun tak pernah mengatakan atau memberitahu Nasyah bahwa ia
adalah anak yang aku dan mas Raka temukan dulu saat aku berulang tahun, bhkan
saat kami belum menikah.
Aku dan mas Raka memutuskan untuk hidup bersama karena hal
ini, itulah kebenarannya. Saat itu, hujan seperti ini, aku berulang tahun yang ke 23. Memang mas Raka sudah memendam
rasa pada ku. Ia mengajak aku ke café yang sampai saat ini menjadi favorit ia
dan anaknya, ia memberikan aku kejutan dengan mengajak teman – teman ku
berpesta, setelah acra usai, mas Raka yang tadinya menjemput aku ke kos-kosan
ku kini kembali mengantarkan aku. Aku tinggal di kos – kosan tanpa keluarga.
Karena ayah dan ibu telah berpulang sejak aku baru masuk kuliah. Aku membiayai
hidupku sendiri dengan bekerja paruh waktu dan belajar agar terus mendapat
beasiswa.
Sesampainya di depan kamar kos ku, aku dan mas Raka terkejut
melihat kardus dengan ucapan indah dan dibalut pita merah. Di dalam nya
terdapat sesosok bayi mungil, cantik dan masih dililit tali pusar, menangis
dengan lucunya membuat kami berdua terperangah. Dalam diam kami berdua
menangis, entah apa maksud dari tangis ini. Tak tau berbuat apa. Aku dan mas
Raka hanya diam, tertunduk, apa maksud dari semua ini. Mas Raka yang menyukai
aku, dan baru memberiku kejutan ulang tahun, malah mendapatkan kado yang
semakin tak kami ketahui.
Kami sudah berniat membawa anak ini ke polisi, tapi kami
takut dan akan panjang nantinya, Nasyah kecil mgkin tidak akan di urus atau
bahkan akan di tempatkan dip anti asuhan. Aku dan mas Raka masih diam dan terus
berfikir. Jika aku membiarkan anak ini di luar kamar ku maka ia bisa kedinginan
dan kami takut ia kenapa – kenapa. Kebetulan ibu mas Raka adalah seorang bidan,
mas Raka mengajak aku membawa Nasyah kecil ke rumahnya. Sesampainya di sana,
Nasyah kecil di beri pertolongan pertama oleh ibu mas Raka. Tali pusatnya di
potong, dbersihkan dari darah yang menempel di tubuhnya, di bersihkan dengan
air hangat. Sementara itu dengan sigapnya mas Raka yang memang seorang calon
dokterpun membuatkan Nasyah bayi susu dan memasukkannya dalam incubator agar
tetap hangat setelah lama di luar ruangan.Aku bahkan tak berbuat apa – apa untuknya. Yang ada di
pikiranku adalah bagaimana aku di beri kado seorang bayi.
Lama kemudian, Nasyah berumur 2 minggu, dan aku tak pernah
absen menjenguknya di rumah mas Raka.
Ibu mas Raka mengajak aku dan mas Raka berbicara serius, ternyata mas Raka
meminta ibunya untuk melamar aku dan bonusnya Nasyah menjadi anak kami berdua.
Aku tak ingin semua terjadi, karena aku menginginkan orang lain, bukan mas
Raka. Aku menanti seseorang yang
menuliskan sebait puisi indah yang terselip dalam buku itu, dan meminta
aku sebagai pendampingnya. Bukan mas Raka yang harus menjadi pasangan ku.
Beberapa waktu kemudian aku semakin mersa terpuruk, aku tak
tau harus berbuat apa, Nasyah kecil harus memiliki orang tua utuh, meski bukan
orang tua kandungnya. Rasa sedih yang semakin mendalam semakin menumpuk,
menggunung, yang sebentar lagi meletus bak merapi yang tanpa pamit memuntahkan
panasnya. Aku tak tau harus melakukan hal apa, semakin mku coba mengingat semua
yang terjadi dalam hidupku, si penulis misterius itupun tak kunjung kembali,
bahkan sosoknya memudar tergantingkan oleh sosok mas Raka yang dengan setia
menanti aku kapan saja.
Mungkin terpaksa atau ingin, aku mulai mencoba membuka hati
untuk mas Raka, menjauh dari lelaki yang mendekati aku dengan banyak kelebihan
mereka. Namaun mas Raka tak henti menunjukkan pribadi terbaik untuk ku, atau
mungkin karena aku sangat tersakiti jika kehilangan sosok Nasyah bayi mungil
kami. Sholat malam ku membuat aku semakin tak berdaya tatkala semua petunjuk itu selalu mengarah pada
Nasyah kecil kami.
Ini petujuk terbaik yang membuat aku memutuskan untuk
memilih mas Raka sebagai pasangan hidupku. Ku coba jalani semua hingga menikah
menjadi ibu Nasyah dan mengabdikan diriku pada anak – anak. Itulah yang membuat
aku tegar meski harus menghapus semua angan ku tentang masa depan yang cerah
menjadi seorang dokter yang tentunya
menyenangkan. Suara halus itu membuat aku tersadar dari segala hayal ku tentang
masa lalu itu. Aku tak ingin mengingatnya lagi, karena Nasyah kecil sudah hidup
bahagia bersama aku ibunya dan mas Raka ayah terbaik dseluruh dunia ini, itu
yang selalu dituturkannya setiap saat.
Makan malam telah usai, senin telah menanti. Kami sekeluarga
menikmati malam yg dingin ini dengan canda tawa. Meski tau akan sibuk di esok
hari, namun mas Raka tak pernah absen untuk menemani anaknya tidur. Bahkan aku
jarang dihiraunya. Apa mungkin karena keangkuhan ku masih terasa oleh mas Raka.
Seusai menemani si kecil istrahat, mas Raka kembali sibuk mengerjakan tugas
laporan para pasiennya di klinik milik ayahnya.
Mas Raka ku sayang, mas Raka ku yang malang, betapa tak
pernah aku melihat mu lelah. Tak pernah aku melihat mu bosan dengan semua hal
ini. Bahkan aku saja merasa jenuh, ingin terlepas dari jeratan kesakitan yang
aku pendam selama ini. Apa aku tak pernah bersyukur atau menimang rasa
Aku merindukan pelukan sayang mu malam ini.
Jika boleh meminta, aku ingin menjadi istri yang mampu
menerima mu apa adanya, tak seperti ini, kembali pada aku yang tidak sungguh –
sungguh dengan hati ku sendiri.
Tak akan ku sia – siakan setiap cinta dan kasih sayang mu
itu suami ku. Bahkan hingga kini aku tak pernah memberi mu kebahagian, karena
penyakit ini.
Aku istri yang sempurna di mata orang lain namun, bagi ku
aku bukan istri yang sempurna bagi mu. Aku hanya ibu dari bayi yang tak ku
kandung sendiri.
Kenapa ya Allah, selalu saja sesal itu yang datang,
Sekuat apa aku hingga kau beri aku cobaan yang begitu besar
ini. Saat dimna aku mulai mencintai suamiku, kau memberikan aku cobaan yang
membuat aku tidak bersyukur dengan kehadiran Nasyah.
Ya Allah, butuh berapa sakit lagi hingga aku menjadi hamba
mu yang benar – benar kau cintai. Mengapa dengan pernikahan ku yang selama ini,
bertahun – tahun tak juga kau memberiku rejeki lain selain Nasyah.
Apa salah ku?
Aku sudah ikhlas dengan semua ini, tapi apa suami ku mas
Raka juga benar – benar bahagia?
Hidup ini belum bahagia menurut ku, hidup ini masih saja
tanpa senyum dan tangisan indah sang malaikat dalam rumah kecil kami. Ya Allah,
kenapa tak juga kau member kami hal indah dalam rumah tangga ku. Maafkan aku
mas Raka, maafkan mama ya Nasyah. Aku bukan manusia sempurna yang harus
menerima segalanya.
Aku ingin melihat kalian berdua bahagia, namun aku yang
salah, tak pernah berfikir tentang keinginan kalian berdua. Maafkan aku yang
tak mampu menjadi istri yang baik bagi mu mas raka ku sayang.
Malam ini ku lalui dengan dinginnya yang menusuk hingga ke
tulang-tulang ku yang tak berfungsi ini lagi. Mas raka, mengapa begitu teganya
engkau membiarkan aku sendiri dalam gelapnya malam ini. Kemanakah engkau yang
dulu?
Mengapa kau meninggalkan aku dalam heningnya malam yang tak
ku njung menuju pagi?
Ku coba memberanikan diri melihatnya ke kamar anak ku
Nasyah. Ternyata tak ku jumpai ia dalam kamar yang penuh dengan lukisan Nasyah.
Hati ku semakin tak karuan rasanya. Fikiran ku melyang entah di mana, mengingat
kata-kata terakhir ang ia ucap saat kami makan malam tadi. Jam menunjukkan
pukul 2 pagi. Hatiku semakin tak bisa merasakan ketenangan lagi.
Kiranya di mana mas raka ku tersayang berada. Hanya ada
nasyah yang tertidur dengan pulasnya. Mulai ku putar rodanya dengan keras agar
ku temukan mas raka ku di semua ruangan dalam rumah yang sudah tak pernah ku
datangi. Ku dapati wajah indah itu dalam sujud panjang yang menetramkan hati
setiap yang melakukannya. Salam telah dilakukannya, ku lihat tangannya
menengadah seraya meneteskan air mata. Hati bak terseyat sembilu.. Semakin
bergetar dalam keadaan yang tidak wajar dan tak seharusnya.
Di bawah sadar ku, mulai ku coba melepaskan diri ku dari
jeratan kursi roda ini yang dua tahun ini telah merenggut kebahagian dan
kebebasanku. Ku coba dengan perlahan, kaki ku masih terasa kaku, tapi aku ingin
segera berlari dan dapat memluk mas raka ku. Mas raka kaget melihat ku, meski
sakit yang ku rasa di kaki tapi kekuatan
cinta mas raka yang membuat aku bisa melewati bebrapa langkah meski harus
terjatuh. Dengan sigap nya mas raka menopang tubuh ku yang lemah dan semakin
berat karena hanya duduk saja yang dapat ku kerjakan.
“mas, aku mencintai mu….jangan pernah kau tinggalkan aku dan
membagi cinta mu dengan yang lain,,,ijin kan akau kembali membuat mu jatuh
cinta dengan sangat kepadaku…”kata ku sambil menangis menahan sakit bukan
karena tak dapat berjalan tapi karena takut kehilangan suami tercintaku.
“istri ku reyna, aku tidak akan mungkin meninggalkan
mu,,,hanya saja aku mencoba mengikhlaskan semua yang telah terjadi…aku memilih
mu bukan tanpa pertimbangan… aku memilihmu dengan cinta, meski aku tau kau tak
pernah mencoba mencintai ku dengan sepenuhnya,,, aku tau istriku… kau tak bisa membuat
hati mu jujur tentang aku… lantas haruskah aku menyerah dan meninggalkan mu
sendiri…itu bukan cara lelaki menikahi seorang wanita jika tak mampu membuatnya
ikhlas dan bukan tunduk dengan hal-hal yang tak perlu…”
Pagi itu berlalu dalam pelukan hangat suami ku tersayang. Ia
masih seperti dulu suami ku. Dia yang aku cinta dan akan tetap begitu. Hapus
semua angan tentang masa lalu yang bodoh yang tak perlu ku ceritakan kepada
siapa pun.
Ini hari pertama bahagiaku, senin terindah dengan awan yang
cerah yang tersenyum manis menyambutku dengan harum bungan yang tersiram kemrin
sore. Meski harus mencoba perlahan, aku tak lagi menggunakan kursi roda itu
lagi. Terimaksih ya ALLAH selalu kau beri aku begitu banyak cinta dari suami
dan anak yang kau titipkan untuk ku.
Jika ini yang terbaik dari setiap sesal yang aku keluhkan
setiap saat, maka akan ku jalani meski rintangan yang berat, kan ku hadapi
dengan senyuman panjang, syukur yang tiada henti karena suami dan anak ku
tercinta. Karena aku tau, bahwa Kau tak pernah tidur, Kau selalu ada untuk
mendengar kegelisahan yang aku alami.
Terimakasih karena masih memberiku waktu dan umur yang
panjang, membiarkan aku hidup dalam lautan cinta yang penuh kasih dari mereka
yang tak pernah ada hentinya untuk memberiku senyum dan doa.Dan kini aku akan
melupakan kengan masa lalu yang tak pasti itu, karena seseorang yang kau beri
kewajiban menjaga ku ternyata tiada henti meminta kepadaMu tentang bahagiaku.
Yang merelakan bebrapa menit dalam waktu kerjanya memohon akan kesembuhanku,
dalam dinginnya malam tak pernah tidur untuk sekedar menangis dalam tahajudnya
yang panjang. Hanya aku saja yang masih bodoh tidak menyadari akan semua ini.
Dan siang itu, mas Raka tanpa ku sepengetahuanku, ternyata
mempersiapkan kejutan indah bersama nasyah anakku. Mereka memberiku hadiah yang
indah berupa lukisan terbaik hasil karya nasyah di pameran seni sekolahnya, dan
yang paling tidak ku sangka, lukisan anak kecil hasil tangan mungil nasyah
adalah aku, ibunya di masa lalu. Ya Allah betapa bahagianya aku yang kau
anugerahkan anak sepertinya, yang walaupun tak ku lahirkan sendiri. Tiba – tiba
mas Raka membacakan ku sebuah puisi indah yang ternyata sejak dulu ingin dia
sampai kan padaku.
Siapapun
engkau,
Aku tahu
kau menarik,
Siapapun
engkau,
Aku tahu
kau membuat ku tertarik,
Dan pernah
tahu kah engkau,
Tak mampu
ku ubah pandangku dari mu,
Tidakkah
kau mengerti akan cinta ku,
Ini
terlalu dini,
Tapi inilah
rasaku,
Senyum mu
beri ku arti akan cinta yang sesungguhnya,
Tapi kini,
Kau tak
lagi di sini,
Ku jauh
tanpa ada mu,
Dan aku
terus mencari mu,
Hingga kau
tau bahwa aku ada,
Dan
Kembali
pada aku yang mencintai mu,
Kembali
pada aku yang merindu mu,
Kembali
pada hati yang terus mengininkan mu.
Reyna abdi
putrianita
Betapa terkejutnya aku,
ternyata laki – laki yang selama ini yang menghantui pikiranku, meninggalkan
semua senyum dan tawa ku adalah orang yang tak pernah lelah merawat ku, menjaga
kehormatan ku, tak pernah berpaling dari cintanya untuk aku, adalah suami ku
sendiri, mas Raka.
Ya Allah betapa tak mungkin ku
duga takdir Mu, mas Raka…aku tidak akan mungkin menyiakan kasih sayang mu lagi,
akan ku bahagiakan engkau agar aku menjadi mahkotah terindah untuk mu diakirat
kelak. Terimakasih karna selalu ada dan menanti untuk sekedar menyadarkan aku
tentang keberadaan mu.